Judul : Kekristenan Tanpa Kristus
Penulis : Michael Horton
Kata Pengantar : William H. Willimton
Penerjemah : Grace Purnamasari
Penerbit : Momentum
Cetakan : I, 2012
Tebal : 307 hlm
Mungkinkah kita telah meninggalkan Kristus dari Kekristenan? Apakah kita telah membiarkan gereja ditawan oleh budaya yang mendominasi? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan provokatif yang diajukan Michael Horton dalam buku yang penuh wawasan ini. Analisisnya seharusnya membuat kita berhenti sejenak untuk mempertimbangkan keadaan terkini dari Kekristenan - bahkan Kekristenan Injili - di Amerika [dan juga di Indonesia].
Horton berpendapat bahwa meskipun kita menyerukan nama Kristus, seringkali Kristus dan Injil yang berpusatkan pada Kristus dipinggirkan. Hasilnya adalah pesan dam iman yang "sepele, sentimental, menyetujui (mengafirmasi), dan tidak relevan. "Injil" alternatif ini berisi pesan moralisme, kenyamanan diri, penolong diri, pengembangan diri, dan agama individualistik. "Injil" ini meremehkan Allah, menjadikan Dia hanya sebagai sarana dari tujuan kita yang egoistis. Horton dengan mahir mendiagnosis masalahnya dan menunjukkan solusinya: kembali kepada Injil Keselamatan yang murni dan tidak bercela.
Buku ini wajib dibaca oleh setiap orang yang peduli terhadap keadaan dan masa depan dari Kekristenan dan gereja.
Daftar Isi :
Kata Pengantar : Membebaskan Gereja yang Tertawan
Ucapan Terima Kasih
1. Kekristenan Tanpa Kristus : Perlawanan Amerika Terhadap Gereja
2. Menamai Penawanan Kita : Deisme Terapeutik yang Moralistik
3. Ucapan yang Muluk-Muluk dan Kekristenan Tanpa Kristus
4. Bagaimana Kita Mengubah Kabar Baik menjadi Nasihat Baik
5. Yesus Milik Pribadimu
6. Menyampaikan Kristus : Beritanya dan Mediumnya
7. Panggilan untuk Melawan
Catatan
Michael Horton (PhD, University of Coventry dan Wycliff Hall, Oxford) adalah Profesor Theologi Sestematik dan Apologetik J. Gresham Machen di Westminster Seminary, California. Beliau pemandu acara radio The White Horse Inn dan editor kepala dari majalah Modern Reformation. Horton adalah penulis/editor lebih dari lima belas buku, antara lain Putting Amazing Back into Grace, Too Good to be True, Introducing Covenant Theology, dan A Better Way.
Buku ini bisa diperoleh di Momentum Christian Literature
Dan ini resensi bukunya yg saya comot dari milis BIBLE_Alone@yahoogroups.com
Di dalam bab-bab awal bukunya, Prof. Michael S. Horton, Ph.D. menjelaskan tentang gejala Kekristenan tanpa Kristus yang sedang menawan Kekristenan Amerika dengan menggeser Kristus dan Injil-Nya, lalu menggantinya dengan khotbah-khotbah yang menekankan perubahan moral dan pengajaran hal-hal praktis (seperti pernikahan, dll).
Dr. Horton menyebutnya sebagai: “Deisme Terapeutik yang Moralistik”. Gejala ini ditandai dengan ucapan yang muluk-muluk nan indah yang menekankan kehebatan diri sendiri dan menyingkirkan Kristus dari takhta-Nya sebagai Raja dan Tuhan. Akibatnya, jangan heran, Injil yang berarti Kabar Baik (berbicara tentang apa yang sudah Allah kerjakan di dalam Kristus) diganti menjadi Nasihat Baik (berbicara tentang apa yang harus orang Kristen kerjakan).
Nasihat Baik ini nantinya mengarahkan banyak orang Kristen Amerika kepada sosok Yesus yang bukan lagi unik dan final menurut Alkitab, tetapi Yesus yang milik pribadi masing-masing, sehingga siapa pun bisa mengikut Yesus tanpa menjadi seorang Kristen. Jangan heran, melalui Nasihat Baik ini, banyak theolog dan pendeta tidak lagi menyampaikan Kristus dengan berita dan cara yang tepat, tetapi dengan berita dan cara yang berpusat pada manusia.
Bagaimana kita menghadapi situasi kelam ini? Di bab 7, Dr. Horton memanggil kita untuk melawan gejala ini di dalam Kekristenan dengan kembali memberitakan Kristus yang disalib dan bangkit sesuai dengan apa yang Injil beritakan, lalu mengaplikasikannya dalam kehidupan Kristen sehari-hari dengan tetap berfokus kepada Kristus yang Injil beritakan. Biarlah buku ini dapat menyadarkan kita betapa pentingnya Kristus yang tersalib dan bangkit di dalam Kekristenan, sehingga menghilangkan Kristus dari Kekristenan berarti mematikan Kekristenan itu sendiri.
Resensi oleh : Deny Teguh Sutandio
@htanzil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar